Bung Karno ketika berada di Saigon mendapat informasi bahwa Jepang berada di posisi terdesak, mulai kalah perang. Kota Hiroshima dan Nagasaki hancur akibat pemboman Amerika Serikat selaku pihak negara Sekutu.
Menjadi kebanggan Sekutu perlawanan menghancurkan kejahatan fasisme Hitler. Sungguh suatu diametrically, menyedihkan bahwa Soviet Rusia semula paralel adalah teman baik Ukraina, terbalik berubah menjadi saling bermusuhan.
Perang Dunia II yang berlangsung dari 1939 hingga 1945, merupakan perang paling tersebar luas. Dalam sejarah perang secara langsung telah nelibatkan lebih dari 100 juta orang dari berbagai belahan dunia.
Perang Dunia II berakhir pada 8 Mei 1945 ditandai dengan menyerahnya pasukan Nazi Jerman. Kemenangan ini merupakan pencapaian bersama antara Sekutu Barat dan Soviet Rusia, berujung pendudukan Berlin dan Jerman Timur oleh Soviet Rusia.
Ukraina merupakan salah satu wilayah terkena dampak paling parah akibat Perang Dunia II. Berada di garis depan pertempuran di wilayah Timur Eropa melawan Nazi Jerman menyebabkan Ukraina menderita kerugian besar.
Ketika pasukan Nazi Jerman menyerah di hadapan koalisi anti-Hitler Jerman, kerugian total diperkirakan 25 juta tentara dan warga sipil yang berasal dari bekas Uni Soviet gugur. Berdasarkan data dari Institut Sejarah Ukraina, sekitar 8 juta hingga 10 juta korban jiwa merupakan warga negara Ukraina.
Soviet Rusia telah mendapat informasi intelijen dari agen mereka yang beroperasi khusus di daratan Jepang, bahwa Jepang meningkatkan perlengkapan militer hawa panas. Dengan kode informasi ini, Soviet Rusia yakin perang dari militer Jepang ke arah lautan Pasifik, Asia Tenggara dan Asia Selatan. Indonesia juga merasakan dampak tragedi Perang Dunia II. Kekaisaran Jepang sebagai sekutu Nazi Jerman menduduki Hindia Belanda dan Indonesia. Periode ini juga diyakini merupakan salah satu paling rumit dalam sejarah Indonesia.
Soekarno – Hatta ke Taiping, Perak
Barangkali tidak banyak orang Indonesia mengetahui bahwa pada 13 Agustus 1945, sebelum hari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta singgah di Taiping, Perak, Malaysia dalam perjalanan kembali dari lawatannya ke Hanoi, Vietnam.
Soekarno dan Mohammad Hatta ke Taiping dengan maksud tujuan bertemu dengan tokoh pemuda pejuang kemerdekaan Melayu Ibrahim Haji Yacoob dan Burhanuddin. Pertemuan itu diatur oleh pejabat militer Jepang karena masih daerah kekuasaan jajahannya.
Apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu? Pertemuan itu mengenai negara baru pasca-kekalahan Jepang, pembentukan negara Indonesia Raya atau Melayu Raya.
Ibrahim Haji Yacoob dan Burhanuddin, dua tokoh perjuangan Melayu yang kagum kebesaran budaya bangsa Melayu di masa lampau. Ide Indonesia Raya atau Melayu Raya telah dicetuskan melalui sebuah konsep yang dirumuskan oleh Abdul Hadi Hassan, seorang pengurus Maktab Melayu Melaka dalam bukunya berjudul Kitab Sejarah Alam Melayu.
Tidak semudah itu gagasan tersebut diterima Inggris sebagai pihak pemenang Perang Dunia II bersama dengan Sekutu Amerika Serikat. Tahun 1800, East Indies Company milik kolonial Belanda menjadi bangkrut dan Inggris mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia antara tahun 1811-1816.
Dan di tahun 1824 lewat Treaty of London (Traktat London) menjadikan daerah Timur menjadi dua belahan, Inggris menguasai Tanjung Malaka dan Belanda mengontrol kepulauan Indonesia. Memang wilayah Indonesia sampai ke wilayah yang sekarang menjadi Malaysia, namun pegangan wilayah hanya mencakup Nederlandsch Indie, bangsa Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan. Angan-angan tokoh Melayu pembentukan negara Indonesia Raya atau Melayu Raya kalau terjadi akan sangat merugikan Indonesia.
Para pendiri bangsa Indonesia tidak merespons keinginan mereka. Dan Indonesia tetap diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, beberapa hari kemudian setelah bertemu tokoh pejuang Melayu itu. Memang wilayah Indonesia bisa mencapai Malaysia (kalau berdasarkan ras Melayu). Sebagian Nusa Tenggara, sebagian Maluku dan juga Papua – Irian tidak termasuk Indonesia. Wilayah-wilayah itu tidak bermukim, tidak didiami oleh orang-orang Melayu ras Mongoloid. Padahal Papua – Irian merupakan wilayah kaya sumber daya alam, baik hasil tambang maupun hutan dan kelautan.
Bila dirunut ditelusuri pesebaran puak Melayu sebagai ras Mongoloid dari sisi rumpun bahasa di Nusantara Indonesia, maka cakupannya seluruh Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Khusus untuk Papua- Irian puak suku asli Melayu hanya di Papua – Irian di pesisir pantai utara bekas wilayah Kesultanan Tidore dari Maluku Utara. Sementara di kawasan pedalaman tanah Papua – Irian didiami oleh suku-suku bangsa dari ras Austromelanised.
Kalau kita memandang Republik Indonesia dari sudut pandang sisi ras, maka Papua dimungkinkan tidak termasuk dalam RI. Isu inilah menjadi bahan alasan yang diembuskan pihak kolonial Belanda untuk memecah belah dalam usahanya mati-matian mempertahankan Papua – Irian.
Berkali-kali Belanda menyatakan suku-suku di Papua – Irian bukan suku Melayu yang menjadi asal-usul orang Indonesia. Secara etnik dan budaya suku-suku di Papua – Irian berasal dari Melanesia. Karena itu, Papua – Irian tidak bisa diserahkan ke RI.
Pulau yang disebut-sebut Papua – Irian dulunya disebut Niew Guinea. Kemudian nama ini diberikan oleh seorang pelaut asal bangsa Spanyol, Jnizo Ortiz de Reter yang singgah di pulau itu pada abad ke-16.
Pada awalnya Niew Guinea kurang diperhatikan oleh Belanda tapi beberapa bagian di pantai utara masih bagian dari pemerintahan Kesultanan Tidore. Kolonial Belanda hanya sekali-sekali datang mengejar dan menumpas perampok dari Mindanao, Filipina.
Tapi sejak tahun 1828, Belanda resmi menguasai Niew Guinea dengan wilayah administrasinya “Resedentie Niew Guinea” atau Papua – Irian, sebutan kemudian. Namun, di beberapa tempat Belanda masih mengakui kedaulatan Kesultanan Tidore.
Waktu perjalanan sejarah terus berjalan, Niew Guinea oleh pemerintah kolonial Belanda dijadikan tanah pembuangan “tahanan Digulis” tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan.
Tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan dengan wilayahnya mencakup seluruh bekas wilayah Nederlansch Indie, termasuk juga Residentie Niew Guinea.
Perjuangan kemerdekaan masih panjang, pada waktu penyerahan kedaulatan akhir tahun 1949, Niew Guinea atau Papua – Irian masih tetap dipertahankan Belanda dan dibiarkan dalam status quo.
Keadaan ini terus berlangsung sampai tahun 1962 ketika mandat Niew Guinea diserahkan diambil alih Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Selama dikuasai Belanda rupa-rupanya penduduk orang Papua – Irian Niew Guinea dimanfaatkan propaganda atau dicekoki anti-Indonesia. Intimidasi politik berjalan sistematis.
Pada 1 Mei 1963, Niew Guinea sah secara de facto dan de jure kembali ke pangkuan RI dan namanya menjadi Irian Barat. Dan berdasarkan “New York Agreement” pada 15 Agustus 1963, masih ada satu prosedur lagi yang harus dilalui yaitu Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat).
Dan pada 10 September 1969, Irian Barat menjadi Provinsi Irian Jaya dengan nama Ibu Kota Jayapura yang dulunya bernama Holandia, Kotabaru dan Sukarnapura.
Dalil Separatisme
Nama “Irian” dipersoalkan oleh orang-orang yang mau memisahkan diri dari RI. Karena intimidasi kolonial Belanda mereka mempelesetkan kata Irian menjadi “Ikut Republik Anti-Nederland”.
Nama Irian diusulkan oleh putra pejuang Irian, Frans Kaisiepo, yang berarti “sinar yang menghalau kabut”. Itu diambil bahasa salah satu suku di Irian.
Namun kaum separatis lebih suka, malah bangga menyebutnya “Papua”. Papua berarti “daerah hitam tempat perbudakan”. Mereka lebih suka menyebut demikian karena dianggap memberi semangat motivasi, semangat perjuangan menuju negara baru terpisah “Papua Merdeka”. Tapi, merdeka dari penjajahan yang mana? Dari Belanda atau dari Indonesia?
Kemudian dalil separatis mengapa mereka berkehendak memisahkan diri dari Indonesia. Pertama, mereka beranggapan Papua – Irian tidak termasuk dalam wilayah Nederlansch Indie yang harus diserahkan kepada wilayah Indonesia. Kedua, suku-suku di Papua – Irian tidak termasuk dalam suku orang Melayu yang menjadi cikal bakal Indonesia. Ketiga, tidak ada wakil dari Papua – Irian yang ikut dalam Sumpah Pemuda 1928.
Dalil separatis untuk alasan pertama dapat dikatakan jauh mengada-ada karena sejak tahun 1828 Niew Guinea atau Papua – Irian sudah menjadi bagian dari Nederlanch Indie dengan nama Residentie Niew Guinea. Dan sejak 1927, Boven Digul, hutan lebat kawasan berawa-rawa di Niew Guinea dijadikan tempat pembuangan para pejuang kemerdekaan. Tidak mungkin Belanda membuang tahanan politik ke Digul jika itu di luar wilayah kekuasannya.
Bukti nyata alasan kedua, bahwa orang-orang asli Irian berinduk dari ras Papua Melanesid dengan sub-sub Araturid meliputi Papuid, Australid dan Melanesid. Alasan ini sudah ditangkis dan dijawab oleh Soekarno sebagai sumbu politik bangsa Indonesia. Bahwa urusan Irian Barat tidak ada kaitannya dengan suku, juga ras. Irian Barat adalah bagian dari Nederlansch Indie dan harus diserahkan kepada Indonesia.
Sumpah Pemuda yang dikumandangkan oleh para pemuda 28 Oktober 1928 memang tidak dihadiri oleh perwakilan dari Niew Guinea atau Irian Barat.
Tapi dari kawasan timur Nusantara diwakili oleh Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Ambon dan Timorese Verbond. Ketidakikutsertaan Niew Guinea atau Papua – Irian dalam Sumpah pemuda kemudian sudah direvisi – disusulkan dalam Piagam Kotabaru (sekarang Jayapura/yang ditandatangani tanggal 3 Februari 1963 oleh 17 orang yang mewakili organisasi politik dan golongan karya Irian Barat).
Piagam Kotabaru memuat pernyataan kebulatan tekad dan janji sumpah setia di antaranya berbunyi “Bahwa kami putra-putri Irian Barat mengakui 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan rakyat dan wilayah Irian Barat dari tangan penjajah, serta mendukung cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan mengakui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai sumpah rakyat Irian Barat”.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 rakyat Indonesia bangkit melakukan perjuangan kemerdekaan, bangsa Indonesia mengangkat senjata, merebut kekuasaan politik dari tangan kaum imperialisme fasis Jepang. Kemudian, melakukan perang perjuangan rakyat untuk kemerdekaan melawan agresi bersenjata kaum imperialis Inggris dan Amerika Serikat untuk mengembalikan, memulihkan kekuasaan politiknya di Indonesia.
Kekuatan penggerak revolusi Indonesia adalah kaum buruh, kaum tani dan berbagai golongan rakyat pekerja kecil seperti tukang kerajinan, berbagai jenis kaum pekerja merdeka, pelajar mahasiswa dan intelegensia demokratik lainnya, kaum miskin kota pada umumnya serta elemen progresif demokratik lainnya.
Politik kompromis organisasi elemen tertentu dan dari manapun merupakan pengkhianatan atas perjuangan rakyat Indonesia. Berkolaborasi dengan pihak kapitalisme global tetap ditolak oleh gerakan perjuangan rakyat di Indonesia.
Tetap menolak gerakan separatisme Papua Merdeka dan gerakan Papua 1 Juli 1961. Maju terus bersatu melawan pandemi Covid-19 di Indonesia dan melawan pandemi kaisar kapitalisme global. [Robby Sumolang, National United Gerakan Rakyat di Indonesia]